” Hal ini yang perlu disampaikan kepada masyarakat, mana yang masuk kriteria gawat darurat itu, Rumah Sakit itu baru akan di bayar oleh BPJS kalau pihak Rumah Sakit menangani pasien di luar dari kode diagnosa yang 144 yang menjadi kewenangan Puskesmas, tentunya itu kasus – kasus gawat darurat saja yang boleh dilakukan oleh Rumah Sakit,” tegas Andy Suhaeri.
Peraturan menteri kesehatan No 47 Tahun 2018 itu mengklasifikasikan mana saja yang termasuk kasus gawat darurat itu.
“Yaitu kasus yang mengancam nyawa, atau yang membahayakan orang lain dan lingkungan.Kemudian ada gangguan jalan napas, dan kalau tidak segera ditangani bisa menyebabkan kematian. Ada penurunan kesadaran misalkan mengigau tidak merespon lingkungan, ada tanda tanda keluhan kesadaran.Ada juga gangguan Hemodinamik yaitu keseimbangan cairan tubuh misalnya tensi ngedrop, mengalami dehidrasi kekurangan cairan akibat muntaber, atau memerlukan tindakan segera misalnya patah tulang ada pendarahan dan lainnya,” jelasnya.
Domainnnya kalau masuk di dalam 5 kriteria gawat darurat, itu menjadi kewenangan Rumah Sakit.Kalau nanti tidak masuk ke 5 Kriteria gawat darurat, pihak Rumah Sakit tetap melayani tetapi tidak di bayar sama BPJS, dan menjadi pasien umum.
“Pada prinsipnya semua pasien yang masuk ke Rumah Sakit tetap akan kami layani, urusan nanti menjadi tanggungan siapa apakah menjadi umum atau BPJS hal tersebut kita atur belakangan.Prinsipnya kita selesaikan dulu kebutuhan pelayanannya,” pungkasnya.(Red)
